
Malam semakin larut. Hujan yang turun sejak senja tadi, menyisahkan rintik-rintik kecil. Menambah sunyi sang malam. Membuat cahya rembulan menjadi remang. Sembunyi dibalik kerumunan awan. Meninabobokkan anak-cucu Adam. Lelap dalam tidurnya. Hangat dalam selimutnya. Terbuai dalam mimpinya. Bergumam dalam igaunya. Suasana yang pernah digambarkan Al- Ghazali dalam petikan syairnya :
Di akhir malam yanh makin kelam
Di waktu tenang seisi alam
Aku berbaring di atas ranjang
Di waktu tenang seisi alam
Aku berbaring di atas ranjang
Bagaikan benda yang melayang
Malam memasuki separuh masa. Sang purnama mulai berani menampakkan diri. Juga bintang-bintang. Kerlip silih berganti. Menghilangkan kepekata malam. Memberikan kehidupan. Adakah anak-cucu Adam yang tersadar ? Bangun dari tidurnya ? Merasakan kelezatannya ? Ataukah mereka cukup puas dengan mimpinya ? Hingga tak mendengar panggilan Rabb-Nya.
Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (Qs.Al-Muzammil : 1-4)
Panggilan itu terdengar sayup. Namun menyusup dalam hembusan angin malam. Menemukan seorang yang menantinya. Yang mengharapkan pertemuan itu. Tanpa dialog panjang, bergegas ia bangkit. Dengan kerinduan yang memuncak. Ia bergegas membersihkan diri. Kemudian larut dalam munajatnya. Mencurahkan isi hati. Menyesali kealpaan diri. Mengharapkan ampunan Rabbi.
Malam mulai memasuki penghujungnya. Rembulan memberi isyarat untuk berpamitan. Malam itu Sang penanti benar-benar menemukan penantiannya. Dan akan selalu enantikannya kembali. Saat-saat terindah dengan sang Rabbi pun harus berlalu. Namun ia memiliki energi baru. Untuk menjalani tugasnya sebagai khalifah bumi. Mencari nafkah untuk anak isteri. Mengajak umat ke jalan ilahi.
Tatkala bangkit dari sajadah panjangnya, tampak sesosok wanita di belakangnya. Sang isteri tercinta. Yang sejak tadi menyertainya. Dalam isak tangisnya. Dalam semburat senyumnya. Wanita itu menggapai tangannya. Mencium erat jemarinya. Menatapnya lekat. Penuh cinta. Sarat makna.
Bidadari dunia telah menyambutnya, dan bidadari surga tengah menantinya. Wallahua'lam
Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (Qs.Al-Muzammil : 1-4)
Panggilan itu terdengar sayup. Namun menyusup dalam hembusan angin malam. Menemukan seorang yang menantinya. Yang mengharapkan pertemuan itu. Tanpa dialog panjang, bergegas ia bangkit. Dengan kerinduan yang memuncak. Ia bergegas membersihkan diri. Kemudian larut dalam munajatnya. Mencurahkan isi hati. Menyesali kealpaan diri. Mengharapkan ampunan Rabbi.
Malam mulai memasuki penghujungnya. Rembulan memberi isyarat untuk berpamitan. Malam itu Sang penanti benar-benar menemukan penantiannya. Dan akan selalu enantikannya kembali. Saat-saat terindah dengan sang Rabbi pun harus berlalu. Namun ia memiliki energi baru. Untuk menjalani tugasnya sebagai khalifah bumi. Mencari nafkah untuk anak isteri. Mengajak umat ke jalan ilahi.
Tatkala bangkit dari sajadah panjangnya, tampak sesosok wanita di belakangnya. Sang isteri tercinta. Yang sejak tadi menyertainya. Dalam isak tangisnya. Dalam semburat senyumnya. Wanita itu menggapai tangannya. Mencium erat jemarinya. Menatapnya lekat. Penuh cinta. Sarat makna.
Bidadari dunia telah menyambutnya, dan bidadari surga tengah menantinya. Wallahua'lam

0 komentar:
Posting Komentar